Kertajati, ( Sinarmedia).-
Ratusan warga Desa Sukamulya menyatakan siap mati untuk mempertahankan tanahnya dari penggusuran yang dilakukan pemerintah untuk kepentingan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kecamatan Kertajati. Mereka meminta pemerintah untuk tidak mengusik tanah warga Sukamulya sebelum dilakukannya sosialisasi secara benar.
Penolakan warga Desa Sukamulya itu tergambar ketika ratusan warga desa setempat Selasa (9/8) lalu berkumpul di perbatasan desa setempat guna menghadang petugas ukur yang rencananya akan mulai melakukan pengukuran pada hari itu. Namun setelah ditunggu hingga sore hari pengukuran lahan tersebut tidak ada.
Menurut sejumlah warga, apapun resikonya warga siap menghadang siapa saja yang akan mencoba mengusik tanah Sukamulnya. Bahkan beberapa warga menyatakan siap mati untuk mempertahankan tanah kelahirannya dari penggusuran.
Menurut pengamatan Sinarmedia di lapangan, ancaman warga untuk menghadang petugas ukur dan mempertahankan tanahnya bukan main-main. Sejumlah warga dengan berbekal peralatan seadanya berjaga-jaga di perbatasan. Hingga bukan tidak mungkin apabila petugas ukur dengan kawalan aparat keamanan waktu itu datang ke lokasi akan terjadi bentrokan seperti yang terjadi pada tahun 2014 lalu.
Karena pengukuran tidak jadi maka ratusan warga yang telah berkumpul melakukan orasi dan membangun posko yang dinamakan sebagai posko siaga menolak pengukuran. Di posko ini sejumlah warga termasuk kaum ibu berjaga-jaga siang dan malam dengan berbekal makanan sumbangan dari masyarakat.
Aksi warga menolak pengukuran lahan itu juga dihadiri oleh beberapa komponen organisasi seperti dari Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan dari Serikat Petani Majalengka (SPM).
Kepala Desa Sukamulya Nono Darsono ketika ditemui Sinarmedia, membenarkan pihaknya sudah menerima surat tembusan dari Badan Pertanahan Majalengka tertanggal 3 Agustus 2016 perihal pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi P4T (Satgas A dan B) pengadaan Tanah BIJB di Desa Sukamulya Kecamatan Kertajati.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa pengukuran tanah akan dilakukan terhadap tanah Saiti dkk (sebanyak 382 bidang) mulai hari selasa tanggal 09 Agustus 2016 sampai dengan selesai. Menurut Nono yang akrab dipanggil Kuwu Bona itu menegaskan, saat warga mengetahui akan adanya pengukuran mereka sepakat untuk menolak dan melakukan penjagaan.
Sementara itu ketua Front Perjuangan Rakyat Sukamulya (FPRS), Bambang kembali menegaskan, sejak awal warga Desa Sukamulya bukan menolak proyek Bandara Internasional tapi menuntut pemerintah untuk memperlakukan warga Desa Sukamulya secara manusiawi. Diakuinya hingga kini belum ada sosialisasi yang melahirkan kesepakatan antara pemerintah dengan warga terkait rencana pembangunan Bandara dan bagaimana nasib warga Desa Sukamulya setelah lahannya dibebaskan.
Saat ini kondisinya makin ruwet karena pemerintah melakukan tindakan yang membuat warga Desa Sukamulya terpecah antara warga yang siap membebaskan lahannya dan warga yang mempertahankan tanahnya sebelum semuanya menjadi jelas. Perpecahan warga itu timbul kata Bambang karena pemerintah membebaskan lahan di Desa Sukamulya dipreteli tanpa adanya pengukuran.
Menurut Bambang diperkirakan ada 33 hektar lahan di Desa Sukamulya yang dibebaskan tanpa adanya pengukuran terlebih dahulu. Warga Sukamulya tambah Bambang tidak mau bernasib buruk seperti warga desa lainya yang tanahnya kini sudah dibebaskan namun hidupnya sengsara. Harga ganti rugi yang diberikan pemerintah tidak cukup untuk membeli dan membangun rumah lagi di desa sekitar karena harganya juga telah naik.
Bambang meminta pemerintah untuk menunda proses pengukuran lahan sebelum adanya penyelessaian masalah yang ada dan sosialisasi yang melahirkan kesepakatan antara pemerintah dengan warga Desa Sukamulya. Ditegaskannya, warga Desa Sukamulya menunggu pemerintah datang ke Desa Sukamulya untuk melakukan sosialisasi untuk mencari solusi terbaik untuk pemerintah dan warga Desa Sukamulya.
Sementera itu Kapolres Majalengka AKBP.Mada Roostanto membenarkan adanya penundaaan pengukuran lahan di Desa Sukamulya. Menurutnya, sebagai Kapolres yang baru beberapa hari menjabat pihaknya ingin mempelajari terlebih dahulu masalah yang terjadi hingga masyarakat Desa Sukamulya melakukan penolakan.
Polisi kata kapolres tidak punya kepentingan selain mengamankan para petugas ukur yang akan menjalankan tugasnya. Penundaan proses pengukuran lahan itu diantaranya untuk menghindari adanya benturan antara aparat dengan warga. Ia yakin masih ada solusi terbaik untuk memenuhi keinginan pemerintah dan warga tanpa harus terjadi bentrokan yang akan merugikan semua pihak.(S.01)
25,717 kali dilihat, 4 kali dilihat hari ini