Quantcast
Channel: Utama – Sinar Media Online
Viewing all articles
Browse latest Browse all 134

RAWAN LONGSOR KAWASAN WISATA PARALAYANG HARUS DIKAJI ULANG

$
0
0

Majalengka,(Sinarmedia).-

Pemerintah kabupaten Majalengka melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan saat ini tengah gencar mempromosikan wilayah Desa Sidamukti sebagai desa wisata, dengan kehadiran wisata paralayang dan paraland. Namun ternyata ahli geologi sendiri menyatakan bahwa wilayah Desa Sidamukti ini adalah termasuk zona rawan bencana.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Sinarmedia, wilayah desa Sidamukti kerap terjadi bencana seperti longsor dam pergeseran tanah. Selain itu di Desa Sidamukti juga merupakan daerah resapan air karena dulunya di lokasi yang sekarang dibangun obyek wisata paralayang adalah hutan belantara milik warga namun kini telah dibeli oleh pemda dan menebang pohon-pohon tersebut menyulapnya menjadi obyek wisata paralayang. Bahkan tidak jauh dari lokasi paralayang dibangun obyek wisata paraland yang belakangan diketahui milik anak orang nomor satu di Majalengka.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Majalengka, DR Toto Sumiato melalui kabid pencegahaan dan kesiap siaganya, Piping Ma’arif membenarkan bahwa desa Sidamukti termasuk salah satu daerah rawan bencana yang ada di Majalengka. Berdasarkan hasil kajian geologi pada tahun 2009 lalu usai kejadian bencana alam disekitar Desa Sidamukti menyatakan bahwa wilayah tersebut merupakan daerah rawan bencana alam pergerakan tanah.

“Desa Sidamukti ini kerap terjadi bencana, diantaranya pada tahun 2009  pernah terjadi bencana alam pergerakan tanah yang mengakibatkan bagunan SMP VII Sidamukti roboh sehingga terpaksa harus direlokasi dan 28 rumah warga lainnya rusak, selang 3 tahun kembali terjadi sehingga merusak 30 rumah milik warga setempat dari 6 titik yang dipasang alat deteksi bencana alam atau  Early Warning System (EWS) salah satunya ditempatkan di blok Desa Sidamukti,“ bebernya.

Menurut salah seorang warga Desa Sidamukti, Ade (40) dahulu sebelum dibangun obyek wisata paralayang dan paraland dilokasi tersebut merupakan hutan, namun sekarang berubah total karena sebagain besar hutan dibabat menggunakan alat berat. Akibatnya tak heran apabila di wilayah Sidamukti kini sering terjadi bencana, seperti yang terjadi baru-baru ini di sekitar obyek wisata paralayang terjadi longsor, kawat bronjong penahan longsor akibat diguyur hujan deras.

Selain itu, pria yang sehari-harinya berjualan kopi dan makanan ringan di sekitar lokasi obyek wisata paralayang ini mengungkapkan bencana alam lainnya adalah pergeseran tanah dimana ruas jalan masuk ke lokasi Paralayang retak begitupula bangunan pos karcis masuk mengalami retak.

“Terkadang saya was-was kalau turun hujan deras makanya sama panitia kalau cuacanya mendung kami disuruh pulang begitu pula pengunjung bahkan oleh panitia pengunjung yang baru datang dilarang masuk dan disuruh pulang lagi,” ucapnya.

Kondisi jalan menuju obyek wisata paralayang dan paraland ini banyak dikeluhkan oleh pengujung karena terlalu sempit dan trek jalan menanjak curam. Bahkan pernah terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban mengalami luka parah setelah motor yang dikendarai terbang ke jurang disebabkan melaju dengan kecepatan tinggi, kemungkinan pengendara tidak mengetahui kalau jalannya menurun tajam sehingga motornya terbang dan mengalami rusak parah begitu pula pengemudinya hingga dilarikan kerumah sakit.

Sementara itu, ketua Yayasan Lembaga Bantuan Konsumen (YLBK) Majalengka, Dede Aryana menyayangkan sistem pengelolaan objek wisata paralayang dan Paraland yang kurang memperhatikan kenyamanan dan keamanan pengunjungnya.

Diketahuinya sekitar beberapa tahun yang lalu disekitar Desa Sidamukti pernah terjadi bencana alam dan oleh pemerintah dinyatakan sebagai lokasi rawan bencana alam namun ironisnya di tempat tersebut dibangun objek wisata dengan bangunan permanen. Bukit paralayang merupakan daerah resapan air sehingga di sekitarnya tidak boleh ada bangunan permanen.

“Padahal pemerintah sendiri yang menyebutkan daerah tersebut rawan bencana alam tapi oleh pemerintah malah dijadikan objek wisata ada hotelnya lagi kan aneh, pemerintah yang ngomong pemerintah juga yang melanggar, apa tidak memperhatikan keselamatan pengunjungnya,“ katanya.

Pria yang akrab disapa Dekol ini juga menyoroti penetapan mahalnya harga penjualan karcis masuk ke obyek wisata Paralayang dan Paraland patut dipertanyakan karena tidak ada dasar hukumnya.  Jika dikelola oleh desa seharusnya dikarcis dituangkan dasar peraturanya begitu juga kalau oleh pemerintah Daerah (Pemda) jangankan untuk dasar aturan tarif karcisnya, peraturan daerah (Perda) tentang pariwisata sendiri hingga saat ini tidak ada bagaimana pengelolaannya dan bagaimana pula pendapatan asli daerahnya (PAD).

“Harga jual tiket masuk yang dipatok pihak pengelola paraland sebesar Rp 20.000 terlalu mahal, dan untuk paralayang yang notabene milik pemerintah PAD masuk kemana? Harus jelas dan harus dibuat perda-nya. Pihak pemerintah juga jangan hanya mengutamakan pendatanya saja melainkan dari segi keamanan pengunjung harus diperhatikan,” ujarnya.

Menurut pendapatnya idealnya ditempat yang sekiranya dinilai rawan kecelakaan dipasang papan peringatan sehingga pengunjung bisa lebih berhati-hati begitu pula dengan tingkat kenyamanannya ditingkatkan sebagai bentuk tindakan pencegahan.

 

Obyek Wisata Andalan

Sementara itu kepala Dinas Pariwisata dan kebudayaan (Disparbud) Majalengka, Gatot Sulaeman mengatakan bahwa kedepan pihaknya akan memfokuskan pengembangan objek wisata Paralayang yang merupakan milik pemda diantaranya dari sarana infrastrukturnya dan sarana hiburan lainnya seperti sky land dan taman satwa.

”Kedepan kita memang akan fokuskan pengembangan objek wisata Paralayang menjadi wisata andalan Majalengka tentunya tanpa mengenyampingkan objek wisata lainnya,” kata Gatot saat ditemui di kantornya.

Dijelaskanya dasar pengembangan obyek wisata paralayang ini dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan yag datang ke obyek wisata ini, dimana potensinya yang cukup besar menarik perhatian pengunjung, selain sebagai sarana olahraga paralayang untuk take off dengan luas lahan 3.000 meter, tempat tersebut juga dekat dengan hotel yang berada di Majalengka.

“Apabila melihat dari pengunjung liburan tahun baru kemarin sempat membludak hingga menyebabkan kemacetan panjang karena ruas jalannya sempit sehingga direncanakan akan dibuat jalur alternatif untuk menghindari kemacetan kedepannya,” tambahnya.

Kawasan objek wisata paralayang kata Gatot, masuk ke wilayah Desa Munjul bukan Desa Sidamukti dan pihaknya telah berkoordinasi dengan ahli vanologi untuk membahas kesesuaian tanah, mana saja yang layak dibangun dan tidak. Khusus hutan yang ada disekitar paralayang dengan luas sekitar 6 hektar akan tetap dibiarkan seperti semula dan tidak mengganggu ekosistem ditempat tersebut.

Ketika ditanya Terkait kepemilikan Paraland merupakan objek wisata milik pribadi, Gatot bungkam mengaku tidak tahu. ”Silahkan saudara cari sendiri informasinya,“ tegasnya.

Sementara untuk dasar hukum untuk sistem pengelolaan sejumlah objek wisata di Majalengka kata Gatot memang belum ada karena belum dibuat perda-nya, dan saat ini tengah dalam proses tahap pembahasan namun untuk PAD-nya ada dan masuk ke PAD jenis lain-lainnya.

Penetapan besaran tarif biaya masuknya berdasarkan hasil musyawarah Desa dan masyarakat setempat karena saat ini sejumlah objek wisata dikelola oleh kelompok masyarakat penggerak pariwisata (kompepar) dan kelompok masyarakat sadar wisata.

“Untuk dasar hukumnya sendiri masih dalam tahap Raperda dan saat ini kita terus melakukan evaluasi, sekarang juga kita akan gelar rapat evaluasi,“ pungkasnya. (S.04)

34 kali dilihat, 34 kali dilihat hari ini


Viewing all articles
Browse latest Browse all 134

Trending Articles